Modul
Menerapkan prosedur kesehatan, keselamatan, dan keamanan
kerja
A. Menjabarkan
UU keselamatan kerja
Berikut ini Kontroversi dan Polemik UU-ITE
Undang-Undang Infomasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE) ini pada dasarnya adalah salah satu konsekuensi dari skema konvergensi
bidang telekomunikasi, computing dan entertainment (media), dimana pada awalnya
masing-masing masih berbaur sendiri-sendiri. Undang-undang ini dibuat untuk
memberikan kepastian hukum dan implikasinya pada saat transaksi elektronik
seperti transaksi keuangan via ponsel, dari mulai saat memasukkan password,
melakukan transaksi keuangan, sampai bagaimana pesan itu sampai ke recipient
yang dituju. Kepastian hukum ini diperlukan untuk para stakeholder terkait di
dalamnya, mulai dari operator seluler, penyedia service transaksi keuangan
tersebut, bank dimana sang nasabah menyimpan uangnya, sampai ke bank dimana
recipient menjadi nasabahnya (yang mungkin saja berbeda dengan bank si sender).
Gambar 1. UU ITE sebagai konsekuensi dari sebuah
skema konvergensi teknologi dan hukum
UU ITE ini
diterbitkan per tanggal 25 Maret 2008 lalu oleh pemerintah melalui Departemen
Komunikasi dan Informasi (Depkominfo), dengan cakupan materi yang cukup
komprehensif (gambar 2). Didahului dengan berbagai pertimbangan yang mendasari
dibuatnya undang-undang ini, penekanan terhadap globalisasi, perkembangan
teknologi informasi, dan keinginan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Gambar 2. Cakupan Materi UU ITE
Pemerintah mengklaim bahwa UU ini sudah
mengakomodasi berbagai masukan dari para stakeholder terkait, dan sudah pula
mengacu kepada aturan internasional seperti Brussels Convention on Online
Transaction 2002, United Nations Commissions on International Trade Law
(UNCITRAL), World Trade Organization (WTO), Uni Eropa (UE), APEC, ASEAN, dan
OECD. Namun dalam proses pengerjaannya sampai selesai saat inipun masih ada
sebagian kalangan menentangnya bahkan menginginkan judicial review.
Sebelum membahas lebih jauh tentang hal-hal yang
masih dipermasalahkan, ada baiknya dipahami dulu tentang apa itu tandatangan
elektronik dan apa itu sertifikat elektronik, yang selalu disebut-sebut dalam
sebagian pasal pada UU tersebut.
Tandatangan Elektronik
Proses terjadinya tandatangan elektronik (TE)
dimulai dengan suatu pesan asli yang dimasukkan dalam suatu fungsi Hash
sehingga menghasilkan suatu message digest. Message digest ini sama dengan
suatu “sidik jari” sehingga jika ada perubahan sekecil apapun dari message
digest ini maka message asli tidak akan dapat direproduksi lagi karena “sidik
jari” telah berubah.
Gambar 3. Mekanisme Tandatangan Elektronik
Dari gambar tersebut maka yang disebut dengan TE
adalah Message Digest yang telah ditandatangani menggunakan private key.
Selanjutnya recipient ketika menerima “plain text + tandatangan” akan
memisahkan antara “plain text” dengan “tandatangan”.
Bagian “tandatangan“ tadi akan dibuka menggunakan
public key yang dimiliki recipient sehingga menjadi message digest (sebut saja
message digest A), lalu “plain text” tadi akan dimasukkan ke fungsi Hash yang
sama dengan sender, maka muncullah “message digest” kedua (sebut saja message
digest B). Maka kedua message digest A dan B ini lalu dibandingkan. Jika sama,
berarti tidak ada perubahan dalam proses pengiriman sampai ke recipient.
Penyelenggara Sertifikat Elektronik dan Sistem Elektronik
Identifikasi penandatangan suatu dokumen
elektronik bukan hal mudah. Jika suatu proses penandatanganan dokumen ini
diragukan, maka keabsahannya bisa hilang. Karenanya, agar menjadi dokumen yang
dapat dipercaya dan sah secara hukum, maka diperlukan bantaun pihak ketiga yang
disebut dengan Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSE) atau Certificate
Authority (CA). CA akan membantu untuk identifikasi penandatanganan dan
membantu menghubungkan antara kunci publik dengan subyek hukumnya.
Jika subyek hukum tersebut adalah X, maka X akan
meregister kunci publiknya terlebih dulu kepada suatu PSE. Lalu PSE ini akan
membuatkan suatu sertifikast elektronik yang merupakan hasil “binding” antara X
dengan kunci publiknya. Jadi sertifikat elektronik ini sebenarnya berisi kunci
publik X yang dioperasikan secara AND dengan kunci publik X yang sudah
ditandatangani oleh PSE.
Gambar 4. Proses pembentukan sertifikat elektronik oleh PSE
Dengan demikian jika pengguna Y ingin membuka
dokumen elektronik dari pengguna X tadi, maka pengguna Y harus terlebih dulu
mendapatkan sertifikat elektronik X. Lalu dengan menggunakan kunci publik dari
PSE, maka tandatangan digital (dari PSE) yang ada di dalam sertifikat X akan
dapat dibuka. Dengan demikian maka kini kunci publik X bisa didapatkan.
Gambar 5. Contoh sertifikat elektronik dan beberapa isinya
Peluang dan Kontroversi
Peluang yang dapat diambil dengan kehadiran UU ITE ini adalah sebagai berikut :
1. Penyelenggaran Sistem Elektronik (Certificate
Authority / CA) diharuskan berbadan hukum dan berdomisili di Indonesia (pasal
13 sampai 16). CA dari luar negeri yang terkenal seperti Verisign dan Geotrust
dianggap tidak memiliki cukup informasi untuk melakukan verifikasi terhadap
identitas seseorang di dalam Indonesia. Ini memberi peluang bagi bisnis baru di
Indonesia. Juga dalam hal audit kehandalan atau kesesuaian yang meliputi banyak
paramater, dari manajemen umum, kebijakan, manajemen resiko, otentikasi,
otorisasi, pengawasan, ekpertise yang memadai, dll. Sebagian besar UU ini
memang mengatur Infrastruktur Kunci Publik (Public Key Infrastructure/PKI).
Untuk diketahui pada tahun 2006 sudah diterbitkan Peraturan Menkominfo
29/PERM/M.KOMINFO/11/2006 tentang pengorganisasian, pengawasan, dan pengamanan
infrastruktur CA ini.
- UU ini dapat mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan internet yang dapat merugikan. Aksi membobol sistem pihak lain (cracking) kini dilarang secara eksplisit. Pencegahan terhadap sabotase terhadap perangkat digital dan jaringan data yang dapat mengganggu privasi seseorang membutuhkan suatu sistem security yang baik.
Ini adalah peluang bagi masyarakat untuk menjadi
praktisi keamanan jaringan. Jika seseorang tidak memanfaatkan internet untuk
hal-hal negatif, tidak ada yang perlu ditakutkan dengan kehadiranUU ITE ini.
Karenanya kekawatiran pengusaha Warnet sebenarnya tidak beralasan, mungkin
dalam hal petunjuk pelaksanaannya saja yang memang belum jelas karena ada
beberapa Peraturan di bawahnya yang belum selesai dibuat.
2. Transaksi dan sistem elektronik beserta
perangkat pendukungnya mendapat perlindungan hukum. Kini Tandatangan Elektronik
sudah memiliki kekuatan hukum sehingga dianggap sama dengan tandatangan
konvensional, sehingga alat bukti elektronik sudah diakui seperti alat bukti
lainnya yang diatur dalam KUHAP.
3. Kegiatan ekonomi bisa mendapatkan perlindungan
hukum, misalnya E-tourism, E-learning, implementasi EDI, transaksi dagang via,
sehingga jika ada yang melakukan pelanggaran akan bisa segera digugat
berdasarkan pasal-pasal UU ITE ini. Hambatan pengurusan ekspor-import terkait
dengan transaksi elektronik dapat diminimalkan, apalagi jika nantinya sudah
kerjasama berupa mutual legal assistance sudah dapat terealisasikan.
4. Walaupun masih perlu ada Mutual Legal
Assistance (MLA), UU ini sudah dibuat dengan menganut prinsip extra territorial
jurisdiction sehingga kejahatan yang
dilakukan oleh seseorang dari luar Indonesia, akan bisa diadili dengan UU ini.
5. Penyelesaian sengketa juga dapat diselesaikan
dengan metode penyelesaian sengketa alternative atau arbitrase.
6. UU ITE ini memberi peluang sebesar-besarnya
kepada pemerintah untuk mengadakan program pemberdayaan internet (terlepas dari
sisi negatifnya) untuk digunakan sebagai sarana mencerdaskan kehidupan bangsa.
Public awareness harus dibangun secara kontinyu, sehingga “bahasa” internet di
Indonesia menjadi bahasa yang bermartabat. Tentu saja ini harus dibarengi
dengan infrastruktur yang mumpuni untuk mengurangi dampak negatifnya.
Pembentukan ID-SIRTI tampaknya sudah mengarah ke sana.
Di balik segala peluang tersebut, muncul banyak
kontroversi yang disebabkan beberapa kelemahan pada UU ITE ini. Apa saja
kelemahan yang menjadi dasar bagi para kalangan yang kontra terhadap kehadiran
UU ITE ini ?
1. UU ini dianggap dapat membatasi hak kebebasan
berekspresi, mengeluarkan pendapat dan bisa menghambar kreativitas dalam
ber-internet, terutama pada pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat
(2), dan Pasal 31 ayat (3). Pasal-pasal tersebut pada dianggap umumnya memuat
aturan-aturan warisan pasal karet (haatzai artikelen), karena bersifat lentur,
subjektif, dan sangat tergantung interpretasi pengguna UU ITE ini. Ancaman
pidana untuk ketiganya pun tak main-main yaitu penjara paling lama 6 tahun
dan/atau denda paling banyak 1 milyar rupiah
Tambahan lagi, dalam konteks pidana, ketiga delik
ini berkategori delik formil, jadi tidak perlu dibuktikan akan adanya akibat
dianggap sudah sempurna perbuatan pidananya. Ketentuan delik formil ini, di
masa lalu sering digunakan untuk menjerat pernyataan-pernyataan yang bersifat
kritik. Pasal-pasal masih dipermasalahkan oleh sebagian bloger Indonesia.
2. Belum ada pembahasan detail tentang spamming.
Dalam pasal 16 UU ITE mensyaratkan penggunaan ’sistem elektronik’ yang aman
dengan sempurna, namun standar spesifikasi yang bagaimana yang digunakan ?
Apakah mengoperasikan web server yang memiliki celah keamanan nantinya akan
melanggar undang-undang?
3. Masih terbuka munculnya moral hazard memanfaatkan
kelemahan pengawasan akibat euforia demokrasi dan otonomi daerah, seperti yang
kadang terjadi pada pelaksanaan K3 dan AMDAL.
4. Masih sarat dengan muatan standar yang tidak
jelas, misalnya standar kesusilaan, definisi perjudian, interpretasi suatu
penghinaan. Siapa yang berhak menilai standarnya ? Ini sejalan dengan
kontroversi besar pada pembahasan undang-undang anti pornografi.
5. Ada masalah yurisdiksi hukum yang belum sempurna.
Ada suatu pengaandaian dimana seorang WNI membuat suatu software kusus
pornografi di luar negeri akan dapat bebas dari tuntutan hukum.
Akhirnya dampak nyata UU ITE ini akan berhulu
kepada bagaimana pelaksanaannya di lapangan. Semua stakeholder atau yang
berkepentingan dengan undang-undang ini diharapkan tidak salah mengartikan
pasal-pasalnya, tetapi juga tidak menyalahgunakannya. Lembaga sekuat KPK saja
dalam hal penyadapan, misalnya, harus berhati-hati menggunakannya, jika tidak
mau menuai kritikan dari para praktisi hukum.
Mengutip pernyataan Menkominfo bahwa penerapan UU
ITE harus memuat titik temu, harus seimbang, tidak terlalu ketat atau terlalu
longgar. Di situlah mungkin seninya.
Referensi
1. Edmon Makarim., S.Kom., S.H., LL.M, Rancangan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU-ITE), Depkominfo, 2008
2. Cahyana Ahmadjayadi, Peran e-Government Untuk
Pelayanan Publik yang Lebih Baik, Depkominfo, 2003
3. I Wayan “Gendo” Suardana, UU No. 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Ancaman Terhadap
Kebebasan Berekspresi, 2008
4. M Jafar Elly, Mengoptimalkan UU ITE, Republika 17 April 2008
B.
Menerapkan prosedur
standard keamanan manusia
Teknologi
informasi dan komunikasi telah sangat maju dan menembus pada hampir semua aspek
organisasi. Pengolahan dan penyimpanan informasi telah menjadi aspek yang
menentukan kehidupan organisasi. Sehingga standarisasi keamanan informasi
secara nasional bagi sebuah pemerintahan negara tentunya juga menjadi sangat
penting.
Tujuan
utama membuat Standar Keamanan Informasi Nasional (sebutan singkatnya SKIN)
adalah agar kegiatan pengamanan informasi pemerintah menjadi efisien dan
efektif, sehingga tidak mudah untuk dibongkar pihak asing. Standar keamanan
informasi ini penekanannya lebih pada syarat, prosedur, kebijakan, pengelolaan
serta pendidikan dan pelatihan. Standarisasi yang dimaksud disini bukanlah
standar teknis (spesifikasi), bukan pengarahan ke suatu teknologi atau produk,
bukan kumpulan tip serta bukan sebagai jaminan dan berfungsinya sebuah alat
keamanan informasi. Pendekatan ini memungkinkan SKIN diaplikasikan dan
diterapkan dalam berbagai tipe organisasi dan aplikasi.
Selain
itu, SKIN akan memudahkan dalam menciptakan regulasi yang dapat memberikan
keputusan apakah sebuah kegiatan keamanan informasi sudah baik atau belum,
apakah sebuah informasi perlu mendapat perlakuan pengamanan atau tidak dan juga
dapat menentukan sampai tingkat berapa pengamanan yang diperlukan, dan
sebagainya. Sehingga regulasi tentang keamanan informasi tidak perlu
menciptakan badan/institusi lagi yang khusus untuk mengambil keputusan keamanan
informasi atau tingkat kerahasiaan sebuah data/informasi.
Standarisasi
yang akan dipakai bisa saja mengacu pada standar internasional yang sudah ada
atau bisa juga sama sekali baru disesuaikan dengan kekhasan keadaan di dalam
negeri sendiri.
Standar
keamanan informasi yang sudah terkenal adalah BS7799 yaitu Code of Practise for Information
Security Management, yang dikeluarkan oleh pemerintah Inggris (UKAS – the
United Kingdom Accreditation Service) dan kemudian diadopsi secara
internasional menjadi ISO27001 yaitu Information
Security Management System (ISMS) oleh organisasi internasional
urusan standarisasi (ISO – International Organization for
Standardization). Sedangkan SKIN mungkin belum dibuat oleh
pemerintah Indonesia (saya tidak menemukannya di SNI).
Seandainya memang belum dibuat, tulisan ini ditujukan untuk memicu standarisasi
keamanan informasi dalam lingkup nasional Indonesia.
Apa yang distandarkan ?
Saat ini
informasi adalah suatu aset organisasi penting dan berharga yang harus
dilindungi dari ancaman yang mungkin timbul untuk menjamin kesinambungan bisnis
dan meminimalisir kerugian atas ketidakamanan yang terjadi. Oleh karena itu,
pengelolaan informasi yang baik sangat penting untuk meningkatkan kesuksesan
dalam kompetisi disemua sektor.
ISO27001
dalam pengelolaan informasinya berfokus pada melindungi :
-
kerahasiaan (confidentiality)
: memastikan bahwa informasi hanya dapat diakses oleh pihak yang memang
berwenang.
-
keutuhan (integrity)
: menjaga kelengkapan dan keakuratan informasi serta metode pemrosesannya.
-
ketersediaan (availability)
: memastikan bahwa pihak yang berwenang dapat mengakses informasi dan aset
lainnya ketika memerlukannya.
Untuk
SKIN, perlu ditambahkan satu syarat yaitu
-
tidak dapat disangkal (non
repudiation) : memastikan bahwa pihak pengakses tersebut adalah
memang pihak yang benar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat bukti sesuai UU
ITE tahun 2008 bila diperlukan.
Standarisasi
keamanan informasi pada dasarnya adalah mengenai pengelolaan resiko yang
dilakukan dengan cara mengembangkan manajemen risiko dan strategi mitigasi
melalui pengidentifikasian aset, ancaman dan
vulnerabilities serta pengukuran resiko.
Analisa
risiko keamanan informasi (security
risk assessment) adalah metode untuk memaksimalkan penggunaan aset
organisasi yang terbatas melalui pengukuran risiko dan pengelolaan risiko yang
dapat ditoleransi. Untuk kemudian dapat menetapkan syarat-syarat keamanan
informasi dan jenis pengendalian yang diperlukan untuk meminimalisir ancaman
dan risiko tersebut yang disesuaikan dengan benefit organisasi yang paling
optimal.
Pengendalian
adalah cara yang dipilih untuk menyingkirkan atau meminimalkan risiko ke level
yang dapat diterima. Berikut adalah dasar-dasar pengendalian yang biasa
digunakan untuk membuat security
risk assessment :
1.
Pengendalian kebijakan keamanan informasi : ditujukan sebagai dukungan
manajemen, komitmen dan pengarah dalam pencapaian tujuan pengamanan informasi.
2.
Pengendalian keamanan informasi secara organisasional : ditujukan pada
kebutuhan kerangka kerja manajemen yang membuat, menyokong dan mengelola
infrastruktur keamanan informasi.
3.
Pengendalian dan pengklasifikasian aset : ditujukan pada kemampuan infratruktur
keamanan informasi untuk melindungi aset organisasi.
4.
Pengendalian keamanan personel : ditujukan pada kemampuan untuk meminimalisir
resiko yang timbul akibat interaksi antar/dengan manusia.
5.
Pengandalian keamanan fisik dan lingkungannya : ditujukan pada perlindungan
terhadap resiko yang timbul secara fisik di tempat/lingkungan sekitar sistem
berada.
6.
Pengendalian komunikasi dan manajemen operasional : ditujukan pada kemampuan
organisasi untuk menjamin ketepatan dan keamanan operasional aset-asetnya.
7.
Pengendalian akses : ditujukan pada kemampuan organisasi untuk mengontrol akses
kepada aset-aset organisasi berdasarkan kebutuhan bisnis dan keamanan.
8.
Pengendalian pengembangan dan pemeliharaan sistem : ditujukan pada kemampuan
organisasi untuk menjamin terintegrasi dan terpeliharanya pengendalian terhadap
sistem keamanan informasi yang tepat.
9.
Pengendalian kelangsungan manajemen bisnis : ditujukan pada kemampuan
organisasi untuk menghadapi hambatan yang timbul sehingga operasional
organisasi dapat berjalan dengan baik.
10.
Pengendalian kepatuhan : ditujukan pada kemampuan organisasi untuk secara
disiplin mematuhi semua regulasi, peraturan, kontrak dan syarat-syarat yang
telah dibuat.
C.
Menerapkan prosedur
standard keamanan alat
Keamanan Komputer
Bidang Keamanan Komputer secara terus menerus mengalami perkembangan luar biasa sebab teknologi informasi memiliki pengaruh yang semakin tinggi terhadap bagaimana kita bekerja, berkomunikasi, berbelanja dan menikmati hiburan. Program online dalam Keamanan Komputer meliputi dua bidang spesialisasi utama: Pertama, keamanan jaringan yang meliputi perlindungan jaringan IT dari para hacker , kehilangan data, pencurian identitas, virus dan jenis serangan malware lainnya. Program online yang mempersiapkan pesertanya untuk mendalami ini secara khusus mencakup pelajaran dalam bidang keamanan jaringan, cryptology (baca: ahli membaca kode), sistem operasi dan strategi pemakaian firewall . Alumninya dapat diterima dalam posisi, seperti Spesialis Keamanan Jaringan, Analis Keamanan Teknologi Informasi dan Spesialis Firewall. Tanggung jawabnya bisa meliputi monitoring, evaluasi dan pemeliharaan akun log-on dan password pengguna jaringan, mengidentifikasi dan menangani ancaman, pelanggaran keamanan yang mungkin terjadi, serta menerapkan kebijakan keamanan komputer sebuah organisasi. Kedua, forensik komputer yang meliputi investigasi terhadap kejahatan internet, seperti pencurian identitas, penyalahgunaan hak milik orang lain, pornografi anak-anak di bawah umur dan pengintaian lewat internet. Pesertanya mempelajari secara khusus dan mendalam masalah proses penemuan, pengumpulan dan analisis bukti-bukti digital dari berbagai sumber seperti hard drive komputer dan email, dan penyiapan bukti-bukti untuk melakukan penuntutan kejahatan komputer. Mata pelajarannya yang unik meliputi penggunaan alat-alat keamanan teknologi informasi dan latihan merencanakan, mendeteksi, merespon dan menyehatkan kembali segala kerusakan yang memerlukan bantuan forensik jaringan. Disamping peluang dalam sektor publik, banyak perusahaan sekarang merekrut tenaga ahli guna memonitor dan menginvestigasi pelanggaran karyawan yang terkait dengan komputer untuk melindungi perusahaan dari kerentanan, serta menyelamatkan rahasia perdagangan. Peluang kerjanya meliputi berbagai posisi, misalnya Spesialis Forensik Komputer, Analis Jaringan Keamanan, Investigator IT dan Analis Ancaman Spionase pihak lawan. Silahkan menelusuri program-program pendidikan dalam bidang Keamanan Komputer dari berbagai perguruan tinggi dan universitas, dan mintalah informasi lebih banyak sekarang juga. Semua program dirancang untuk memberikan orang-orang dewasa yang telah bekerja peluang untuk memiliki keleluasaan waktu dan persiapan sungguh-sungguh dan matang untuk memasuki atau maju dalam profesi yang bertumbuh sangat cepat dan menyenangkan ini.
D.
Menerapkan prosedur
lingkungan kerja tentang kesehatan, keselamatan dan keamanan.
1. Kesehatan Kerja di Perusahaan
a. Pengertian Kesehatan
Kesehatan perusahan adalah spesialisasi
dalam ilmu higiene beserta prakteknya yang dengan mengadakan penilaian kepada
faktor-faktor penyebab penyakit kwalitatif dan kwantitatif dalam lingkungan
kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya dipergunakan untuk dasar
tindakan korektif kepada lingkungan tersebut serta bila perlu pencegahan, agar
pekerja dan masyarakat sekitar suatu perusahaan terhindar dari bahaya akibat
kerja serta dimungkinkan mengecap derajat kesehatan setinggi-tingginya.
Prinsip – prinsip dan dasar – dasar
sanitasi dan higiene perlu dipelajari dengan baik sehingga suatu perusahaan
pengolahan hasil pertanian akan dapat mengembangkan dan menetapkan metoda
ataupun program sanitasi, higiene dan keselamatan kerja yang baik, yang
diberlakukan di perusahaan tersebut. Adanya suatu program sanitasi dan higiene
yang baku akan dapat digunakan sebagai tolak ukur menilai apakah suatu kondisi
saniter telah tercapai dan terpelihara dengan baik atau
belum.
Hakekat higiene perusahaan dan kesehatan
kerja adalah dua hal :
1). Sebagai alat untuk mencapai derajat
kesehatan tenaga kerja yang setinggitingginya, baik buruh, petani, nelayan,
pegawai negeri, atau pekerja-pekerja bebas, dengan demikian dimaksudkan untuk
kesejahteraan tenaga kerja.
2). Sebagai alat untuk meningkatkan
produksi, yang berlandaskan kepada meningginya effisiensi dan daya
produktivitas faktor manusia dalam produksi. Oleh karena hakikat tersebut
selalu sesuai dengan maksud dan tujuan pembangunan di dalam suatu negara, maka
Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja selalu harus diikutsertakan dalam
pembangunan tersebut. Progran sanitasi Higiene perusahaan dan keselamatan kerja
baku ini harus mencakup semua aspek produksi. Program ini hendaknya diterapkan
mulai dari aspekaspek urusan rumah tangga umum, penanganan dan penyimpanan
bahan baku, pengolahan, penggudangan, sampai kepada usaha-usaha pengendalian
binatang pengganggu, pembuangan dan penanganan limbah dan fasilitas umum
lainnya, sedangkan program higiene terutama mencakup higiene pekerja, meliputi
aspek kesehatan umum, kebersihan, dan penampilan umum.
Tujuan utama dari Higien Perusahan dan
Kesehatan Kerja adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
Tujuan demikian mungkin dicapai, oleh karena terdapatnya korelasi diantara
derajat kesehatan yang tinggi dengan produktivitas keja
atau perusahaan, yang didasarkan
kenyataan-kenyataan sebagai berikut :
1). Untuk efisiensi kerja yang optimal dan
sebaik-baiknya, pekerja harus dilakukan dengan cara dan dalam lingkungan kerja
yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Lingkungan dan cara dimaksud meliputi di
antaranya tekanan panas, penerangan di tempat kerja, debu di udara ruang kerja,
sikap badan, penserasian manusia dan mesin, pengekonomian upaya. Cara dan
ligkungan tersebut perlu disesuaikan juga dengan tingkat kesehatan dan keadaan
gizi tenaga kerja yang bersangkutan.
2). Biaya dari kecelakaan dan
penyakit-penyakit akibat kerja, serta penyakit umum yang meningkat jumlahnya
oleh karena pengaruh yang memburukkan keadaan oleh bahaya-bahaya yang
ditimbulkan oleh pekerjaan adalah sangat mahal dibandingkan dengan biaya untuk
pencegahannya. Biaya-biaya kuratif yang mahal seperti itu meliputi pengobatan,
perawatan di rumah sakit, rehabilitasi, absenteisme, kerusakan mesin, peralatan
dan bahan oleh karena kecelakaan, terganggunya pekerjaan, dan cacat yang
menetap.
b.
Kondisi-kondisi Kesehatan Yang Menyebabkan Rendahnya Produktivitas Kerja
Bedasarkan hasil survey dan pengamatan
Lembaga Nasional Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja Departemen Tenaga Kerja
tentang kesehatan yang berhubungan dengan produktifitas kerja diperoleh
gambaran terlihat adanya kondisi-kondisi kesehatan yang ditinjau dari sudut
produktivitas tenaga kerja sangat tidak menguntungkan. Adapun kondisi-kondisi
tersebut adalah sebagai berikut
1. Penyakit
Umum
Baik pada sektor pertanian, maupun sektor
pertambangan, industri, dan lainlainnya, penyakit yang paling banyak terdapat
adalah penyakit infeksi, penyakit endemik dan penyakit parasit.
2. Penyakit
Akibat Kerja
Penyakit seperti pneumoconioses, dermatoses
akibat kerja, keracunankeracunan bahan kimia, gangguan-gangguan menatal
psikologi akibat kerja, dan lainlain benar-benar terdapat pada tenaga kerja.
3. Kondisi
Gizi
Keadaan gizi pada buruh-buruh menurut
pengamatan yang pernah dijalankan sering tidak menguntungkan ditinjau dari
sudut produktivitas kerja. Adapun keadaan gizi kurang baik dikarenakan baik
dikarenakan penyakit-penyakit endemis dan parasitis, kurangnya pengertian
tentang gizi, kemampuan pengupahan yang rendah, dan beban kerja yang terlalu
besar.
4. Lingkungan
Kerja
Lingkungan kerja sering kurang membantu
untuk produktivitas optimal tenaga kerja. Keadaan suhu, kelembaban, dan gerak
udara memberikan suhu efektif diluar kenikmatan kerja.
5. Perencanaan
Perencanaan atau pemikiran tentang
penserasian manusia dan mesin serta perbaikan cara kerja sesuai dengan
modernisasi yang berprinsip sedikit-dikitnya energi tetapi setinggi-tingginya
output kerja pada umumnya belum diketahui. Untuk mengatasi pengaruh buruk, dari
kondisi-kondisi kesehatan kepada pembangunan tanah air, khususnya meliputi
sektor tenaga kerja produktif, maka perlu dibina keahlian higiene perusahaan
dan kesehatan kerja sebagai inti keahlian. Dan perlu dibina keahlian tenaga
kesehatan pada tingkat perusahaan dan perlu ditingkatkan pengerahan
tenaga-tenaga kesehatan kedalam sektor
produksi.
c. Sanitasi
Peralatan dan Proses Pengolahan
1. Lokasi pabrik hendaknya tidak terletak
pada arah angin dari sumber pencemaran debu, asap, bau dan pencemaran lainnya,
jarak antara sumber pencemaran dengan pabrik tidak boleh kurang dari 100 meter.
2. Bangunan pabrik harus terpisah dari
pemukiman dan terbuat dari bahan yang kokoh.
3. Pekarangan di sekeliling lokasi pabrik
atau unit pengolahan hendaknya selalu dipelihara kebersihannya. Kebersihan yang
terjaga dengan baik akan mengurangi potensi bahaya dan masalah yang mengancam
kelancaran proses produksi.
4. Lantai, gang, tangga dan jalan keluar /
masuk ruang pengolahan harus bersih, bebas sampah, tidak licin dan tidak
berminyak, bebas oli, dan tidak ada air yang menggenang.
5. Kondisi lantai secara umum harus
bersih, kedap air, tidak licin, rata sehingga mudah dibersihkan dan tidak ada
genangan air.
6. Dinding tembok, jendela, langit-langit,
kerangka bangunan, perpipaan, lampulampu
dan benda lain yang berada di sekitar
ruang pengolahan harus dalam kondisi bersih.
7. Kondisi umum bangunan harus
memperhatikan aspek pencahayaan dan ventilasi yang baik. Ventilasi harus
tersedia dengan cukup dan berfungsi dengan baik. Pencahayaan atau penerangan
hendaknya tersebar secara merata dan cukup di semua ruangan, namun hendaknya
diatur sedemikian rupa sehingga tidak menyilaukan.
8. Kamar mandi dan WC, tempat cuci kaki
dan tangan juga harus selalu dijaga kebersihannya. Pada fasilitas ini perlu
tersedia air yang cukup, tissue / pengering, sabun, dan tempat sampah. WC dan
kamar mandi hendaknya terletak jauh dari ruang pengolahan.
d. Penanganan
dan Penyimpanan Bahan Baku
1. Alat –alat yang digunakan untuk penanganan
dan penyimpanan bahan baku baik alat yang utama atau alat pembantu lainnya
harus selalu dalam keadaan baik, utuh dan bersih.
2. Ruang penyimpanan harus selalu bersih,
bebas dari binatang pengganggu.
3. Jika bahan baku disimpan dalam
kotak-kotak ataupun kemasan lainnya, maka untuk penyimpanannya perlu disusun
dengan baik dan teratur, misalnya dengan
menggunakan rak-rak atau pallet.
Pengaturan ini bertujuan untuk
mempermudah pada waktu pemeriksaan dan
pemeliharaan kebersihan.
4. Tumpahan bahan baku pada lantai
hendaknya segera dibersihkan, jangan
dibiarkan tercecer karena dapat mengundang
binatang atau pun serangga yang
tidak diinginkan.
e. Peralatan
dan Fasilitas Pengolahan
1. Semua peralatan yang digunakan untuk
penanganan dan pengolahan harus selalu
diperhatikan kebersihannya, dan juga alat
tersebut harus terbuat dari bahan
yang tidak mudah rusak.
2. Setelah penggunaan alat selesai atau
pekerjaan telah selesai semua peralatan
tersebut dibersihkan dan ruangan yang
digunakan harus dibersihkan juga
dengan bahan saniter.
3. Saniter adalah senyawa kimia yang dapat
membantu membunuh bakteri dan
mikroba
4. Ketel, wadah pencampuran, tong-tong,
drum-drum dan peralatan lain yang
mempunyai mulut besar dan terbuka harus
dilindungi dari kemungkinan
kontaminasi
5. Semua platform harus dikonstruksi
dengan baik sehingga tidak menjadi sumber
kontaminasi bagi proses atau produk di
bagian bawahnya.
6. Air yang digunakan dalam pencucian alat
hendaknya air yang bersih yang
memenuhi persyaratan sanitasi, sehingga
mencegah kontaminasi. Air bersih
mempunyai ciri-ciri antara lain tidak
berasa, tidak berwarna, dan tidak berbau
f. Fasilitas
Penggudangan
1. Ruangan, dinding, bangunan dan
pekarangan bangunan harus selalu bersih,
bebas sampah dan kotoran.
2. Barang barang yang disimpan dalam
gudang harus diatur dan disusun secara
baik dan teratur, dengan menyisakan jarak
yang cukup, baik jarak antar
tumpukan maupun dengan dinding tembok
3. Barang yang telah rusak atau bahan baku
yang telah busuk, hendaknya diambil
dan dipisahkan dari barang-barang yang
masih baik.
g. Pembuangan
limbah
Dengan semakin besarnya skala usaha, maka
semakin banyak pula limbah yang
dihasilkan. Maka dari itu perlu dilakukan
penanganan terhadap limbah yang dihasilkan
tersebut, seperti :
1. Saluran pembuangan limbah cair harus
dikonstruksi dengan baik sehingga proses
pembuangan limbah cair tidak terhambat.
2. Tempat penampungan hendaknya dibuat,
jangan langsung dibuang ketempat
umum karena akan mengganggu dan mencemari
lingkungan umum.
3. Jika produksi sampah / limbah cair
ternyata cukup tinggi, atau telah
mengakibatkan ganggguan pencemaran adalah
indikasi awal bahwa masalah
pencemaran itu lingkungan telah terjadi,
maka disarankan untuk berkonsultasi
dengan badan pengelolaan limbah.
4. Pemanfaatan limbah adalah sebagai
tambahan makanan / minuman untuk ternak
5. Untuk sampah yang kering dan padat
perlu disediakan tempat pembuangan
sampah padat yang cukup,baik kebersihannya
maupun ukurannya sesuai dengan
jumlah sampah diproduksi.
Keselamatan Kerja
a. Pengertian
Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang
bertalian dengan mesin, pesawat,
alat kerja, bahan dan proses pengolaannya,
landasan tempat kerja dan lingkungannya
serta cara-cara melakukan pekerjaan.
Keselamatan kerja menyangkut segenap proses
produksi dan distribusi, baik barang
maupun jasa. Salah satu aspek penting sasaran
keselamatan kerja, mengingat risiko
bahayanya adalah penerapan teknologi, terutama
teknologi yang lebih maju dan mutakhir.
Keselamatan kerja adalah tugas semua orang
yang bekerja. Keselamatan kerja adalah
dari, oleh, dan untuk setiap tenaga kerja
serta orang lainnya, dan juga masyarakat
pada umumnya.
Tujuan keselamatan kerja adalah sebagai
berikut :
1. Melindungi tenaga kerja atas hak
keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi serta
produktivitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain
yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan
dipergunakan secara aman dan efisien.
Dalam hubungan kondisi-kondisi dan situasi
di Indonesia, keselamatan kerja
dinilai seperti berikut :
1. Keselamatan kerja adalah sarana utama
untuk pencegahan kecelakaan, cacat
dan kematian sebagai akibat kecelakaan
kerja. Keselamatan kerja yang baik
adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga
kerja.
2. Analisa kecelakaan secara nasional
berdasarkan angka-angka yang masuk atas
dasar wajib lapor kecelakaan dan data
kompensasinya dewasa ini seolah-olah
relatif rendah dibandingkan banyaknya jam
kerja tenaga kerja
3. Potensi-potensi bahaya yang mengancam
keselamatan pada berbagai sektor
kegiatan ekonomi jelas dapat
diobservasikan, misalnya sektor industri disertai
bahaya-bahaya potensial seperti
keracunan-keracunan bahan kimia,
kecelakaan-kecelakaan oleh karena mesin,
kebakaran, ledakan-ledakan, dan
lain-lain
4. Menurut observasi, angka frekwensi
untuk kecelakaan-kecelakaan ringan yang
tidak menyebabkan hilangnya hari kerja
tetapi hanya jam kerja masih terlalu
tinggi.
5. Analisa kecelakaan memperlihatkan bahwa
untuk setiap kecelakaan ada
faktor penyebabnya. Sebab-sebab tersebut
bersumber kepada alat-alat
mekanik dan lingkungan serta kepada
manusianya sendiri. Sebanyak 85 % dari
sebab-sebab kecelakaan adalah faktor
manusia.
b. Keselamatan
Kerja dan Perlindungan Tenaga Kerja
Perlindungan tenaga kerja meliputi
aspek-aspek yang cukup luas, yaitu
perlindungan keselamatan, kesehatan,
pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang
sesuai dengan martabat manusia dan moral
agama. Jelas bahwa keselamatan kerja
adalah satu segi penting dari perlindungan
tenaga kerja. Dalam hubungan ini, bahaya
yang dapat timbul dari mesin, pesawat,
alat kerja, bahan dan proses pengolahannya,
keadaan tempat kerja, lingkungan, cara
melakukan pekerjaan, karakteristik fisik dan
mental dari pada pekerjaannya, harus
sejauh mungkin diberantas dan atau
dikendalikan.
c. Keselamatan
Kerja dan Peningkatan Produksi dan Produktivitas
Keselamatan kerja erat bersangkutan dengan
peningkatan produksi dan
produktivitas. Produktivitas adalah
perbandingan di antara hasil kerja (out put) dan
upaya yang dipergunakan (in put ).
Keselamtan kerja dapat membantu peningkatan
produksi dan produktivitas atas dasar :
1. Dengan tingkat keselamatan kerja yang
tinggi, kecelakaan-kecelakaan yang
menjadi sebab sakit, cacat dan kematian
dapat dikurangi atau ditekan sekecilkecilnya,
sehingga pembiayaan yang tidak perlu dapat
dihindari.
2. Tingkat keselamatan yang tinggi sejalan
dengan pemeliharaan dan penggunaan
peralatan kerja dan mesin yang produktif
dan efisien dan bertalian dengan
tingkat produksi dan produktivitas yang
tinggi.
3. Keselamatan kerja yang dilaksanakan
sebaik-baiknya dengan partisipasi
pengusaha dan buruh akan membawa iklim
keamanan dan ketenagaan kerja,
sehingga sangat membantu bagi hubungan
buruh dan pengusaha yang
merupakan landasan kuat bagi terciptanya
kelancaran produksi.
d. Latar
Belakang Sosial-Ekonomi dan Kultural
Keselamatan kerja memiliki latar belakang
sosial-ekonomi dan kultural yang
sangat luas. Tingkat pendidikan, latar
belakang kehidupan yang luas, seperti
kebiasaan-kebiasaan, kepercayaan-kepercayaan,
dan lain-lain erat bersangkutan paut
dengan pelaksanaan keselamatan kerja.
Demikian juga, keadaan ekonomi ada sangkut
pautnya dengan permasalahan keselamatan
kerja tersebut.
Pembangunan adalah bidang ekonomi dan
sosial maka keselamatan kerja lebih
tampil kedepan lagi dikarenakan cepatnya
penerapan teknologi dengan segala seginya
termasuk problematik keselamatan kerja
menampilkan banyak permasalahan
sedangkan kondisi sosial kultural belum
cukup siap untuk menghadapinya.
Keselamatan harus ditanamkan sejak anak
kecil dan menjadi kebiasaan hidup
yang dipraktekkan sehari-hari. Keselamatan
kerja merupakan suatu bagian dari
keselamatan pada umumnya, masyarakat harus
dibina penghayatan keselamatan
kearah yang jauh lebih tinggi dan proses
pembinaan ini tidak pernah ada habishabisnya
sepanjang kehidupan manusia
e. Metoda
Pencegahan Kecelakaan
Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat
dicegah dengan :
1. Peraturan perundangan yaitu ketentuan
yang diwajibkan mengenai kondisikondisi
kerja pada umumnya, perencanaan,
konstruksi, perawatan,
pemeliharaan pengawasan, pengujian, dan
cara kerja peralatan industri, tugastugas
pengusaha dan buruh, latihan supervisi
medis, P3K, dan pemeriksaan
kesehatan.
2. Standarisasi yaitu penetapan
standar-standar resmi setengah resmi atau tak
resmi mengenai misalnya konstruksi yang
memenuhi syarat-syarat
keselamatan jenis-jenis peralatan industri
tertentu, praktek-praktek
keselamatan dan higiene umum, alat-alat
pelindung diri.
3. Pengawasan yaitu pengawasan tentang
dipatuhinya ketentuan-ketentuan
perundangan-undangan yang diwajibkan
4. Penelitian bersifat teknik yang
meliputi sifat dan ciri bahan yang berbahaya,
penyelidikan tentang pagar pengaman,
pengujian alat-alat perlindungan diri,
penelitian tentang pencegahan peledakan gas
dan debu, penelaahan tentang
bahan-bahan dan desain paling tepat untuk
tambang-tambang pengangkat.
5. Riset medis, yang meliputi terutama
penelitian tentang efek-efek fisiologis dan
patologis, faktor-faktor lingkungan dan
teknologis dan keadaan fisik yang
mengakibatkan kecelakaan
6. Penelitian psikologis yaitu
penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan.
7. Penelitian syarat statistik, untuk
menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang
terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja,
dalam pekerjaan apa, dan apa sebabsebabnya.
8. Pendidikan yang menyangkut pendidikan
keselamatan dalam kurikulum teknik,
sekolah-sekolah perniagaan atau
kursus-kursus pertukangan.
9. Latihan-latihan, yaitu latihan praktek
bagi tenaga kerja, khususnya tenaga
kerja yang baru dalam keselamatan kerja
10. Penggairahan yaitu penggunaan aneka
cara penyuluhan atau pendekatan lain
unuk menimbulkan sikap untuk selamat.
11. Asuransi yaitu insentif finansial
untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan
misalnya dalam bentuk pengurangan premi
yang dibayar oleh perusahaan, jika
tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.
12. Usaha keselamatan pada tingkat
perusahaan, yang merupakan ukuran utama
efektif tidaknya penerapan keselamatan
kerja. Pada perusahaanlah,
kecelakaan-kecelakaan terjadi sedangkan
pola-pola kecelakaan pada suatu
perusahaan tergantung kepada tingkat
kesadaran akan keselamatan kerja oleh
semua pihak yang bersangkutan.
13. Organisasi K3, dalam era
industrialisasi dengan kompleksitas permasalahan dan
penerapan prinsip manajemen modern,
masalah usaha pencegahan kecelakaan
tidak mungkin dilakukan oleh orang
perorang atau secara pribadi tapi
memerlukan keterlibatan banyak orang,
berbagai jenjang dalam organisasi yang
memadai.
Organisasi ini dapat berbentuk struktural
seperti Safety Departemen
(Departemen K3), fungsional seperti Safety
Committee (Panitia Pembina K3). Agar
organisasi K3 ini berjalan dengan baik
maka harus didukung oleh adanya :
? Seorang
pimpinan (Safety Director)
? Seorang
atau lebih teknisi (Safety Engineer)
? Adanya
dukungan manajemen
? Prosedur
yang sistimatis, kreativitas dan pemeliharaan motivasi dan moral
pekerja.
Pernyataan di atas sesuai menurut International
Labour Office (ILO) tentang
langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk
menanggulangi kecelakaan kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar